Jumat, 23 November 2012

Intisari Biografi Inggit Garnasih

Inggit Garnasih dilahirkan di Desa Kemasan, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat 17 Februari 1888 di tengah keluarga sederhana, dari seorang anak petani bernama Ardjipan dan ibunya bernama Asmi. Mempunyai dua orang saudara, Natadisastra dan Murtasih. Masa kecilnya di lewati dengan riang sebagai anak yang disukai oleh sebayanya. Parasnya ayu salah satu sebab mengapa banyak orang yang mengaguminya.
Namun di usia sangat belia, 12 tahun , pada tahun 1990, Inggit sudah harus memulai kehidupan rumah tangga dengan Kopral Residen Belanda, Nata Atmadja. Bahtera rumah tangganya tidak berlangsung lama, hanya empat tahun, akhirnya mereka bercerai. Selang beberapa waktu, Inggit menikah lagi dengan Sanusi, seorang pedagang masanya dan terlibat dalam organisasi Sarekat Islam yang ketika itu sedang popular sebagai organisasi masa islam awal periode pergerakan. Ketika kongres pertama Sarekat Islam di Bandung pada tahun 1916, Inggit telah terlibat sebagai panitia, yang secara langsung memberinya ruang untuk membaca situasi sosial politik pada saat itu.
Di lihat dari segi pendidikan formal, Inggit hanya mencicipi tingkat pendidikan paling buntut , Madrasah Ibtidaiyah (setingkat sekolah dasar) . Pada saat itu, akhir abad ke-19, pendidikan setingkat itu sudah cukup memadai, apa lagi bagi perempuan pribumi di tengah diskriminasi sosial. Pengalaman membuat Inggit mempunyai pribadi yang matang dan karakter yang kuat. Sosok Inggit seperti itu sudah mulai terbentuk sejarah mempertemukan Inggit dengan Soekarno dan memilih untuk hidup bersama dalam bahtera rumah tangga pada 24 Maret 1923.
Tanpa mengurangi peran para perempuan (lain) dalam hidup soekarno , nampaknya Inggit Garnasihlah yang berada dalam posisi penting tersebut. Kematangan dan kedewasaan serta pencapaian intelektual seseorang pada umumnya dicapai pada usia 40-an tahun, termasuk manusia yang bernama Soekarno. Selama proses pencapaian itu , separuhnya ia jalani bersama dengan Inggit Garnasih.
Sejarah umat manusia membuktikan bahwa antara perempuan dan  kekuasaan memang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Segudang cerita tentang tokoh perempuan yang berperan dalam perjuangan suaminya begitu besar kendati jasanya ada di balik layar dan terkadang hilang di telan jaman.
Salah satu dari sekian banyak perempuan yang telah menorehkan sejarah bagi bangsa Indonesia di masanya, tetapi namanya tak lekang oleh waktu adalah Inggit Garnasih. Inggit sejatinya merupakan perempuan yang turut mengharumkan nama bangsa Indonesia. Posisinya sebagai istri Soekarno ( istri kedua setelah Oetari ), menjadi sumber inspirasi pejuangan dalam kancah politik. S.I Poeradisastra dalam pengantarnya pada buku Ku Antar ke Gerbang Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Sukarno karya Ramadhan K.H., mengatakan bahwa separuh daripada semua prestasi Sukarno dapat didepositokan atas rekening Inggit Garnasih dalam ‘bank jasa nasionalisme Indonesia’.
Pengorbanan dan pengabdian di berikan dengan tulus oleh Inggit. Hampir duapuluh tahun  dia menjalani kehidupan bersama soekarno yang tak lepas dari masa tahanan dan pelarian. Sejak 1929, Inggit harus menerima kenyataan pahit dengan di tangkap dan di penjarakannya Sukarno. Keadaan itu tidak sekali terjadi. Pada tahun 1933, kurang lebih setelah dua tahun dibebaskan dari Sukamiskin, Sukarno kembali ditangkap.
Sebuah pukulan berat harus di terima oleh Inggit karena Sukarno kemudian di buang ke Ende. Makin berat perjuangan Inggit pada saat itu. Ternyata di pulau asing itu pun dia harus bergiat ‘mengayun tangan’ . Hal ini di karenakan Sukarno belum mempunyai pekerjaan tetap. Inggit terus berjuang mendampingi Sukarno bersama kedua anak angkatnya Ratna Juami dan Kartika. Inggit merawat Sukarno di kala sakit malaria, hingga ia sendiri kehilangan ibu yang dicintainya, Ibu Asmi.
Perjuangan Sukarno melawan penyakit malaria demikian parah menyebabkan dia di pindahkan ke Bengkulu. Dikota yang masih lengang ini Inggit kembali berjumpa dengan kesukaran. Tidak lama setelah berhijrah ke tempat ini, Jepang mendarat di Indonesia dan memasuki kota Bengkulu. Kondisi ini menyebabkan kehidupan Sukarno dan keluarga makin sulit. Didalam otobiografinya, Sukarno mengungkapkan bagaimana susahnya dalam pelarian dari Bengkulu hingga padang. Pada saat genting yang semacam ini, Inggitlah perempuan yang paling menguatkannya.
Di kala kesedihan yang di arungi bersama mulai reda, Sukarno mendambakan yang lain, dia mempunyai keinginan untuk mempunyai seorang anak. Sebuah keinginan yang memukul hati Inggit, mengapa baru dikatakan keinginan itu setelah umurnya 53 tahun, bukan sewaktu dibandung ataupun di Ende. Keinginan yang manusiawi, tetapi menjadi bara api yang membakar bahtera rumah tangga.
Tidak disangka, Sukarno telah menyimpan hati untuk Fatmawati yang tidak lain juga anak angkatnya sewaktu di Bengkulu. Kondisi makin memanas sewaktu Sukarno meminta menikah dengan Fatma, demikian panggilan akrab gadis manis ini. Dengan tegas inggit mengucapkan, “Itu mah pamali, ari di candung mah cadu” (itu pantang, kalau dimadu pantang). Ucapan itu mengakhiri segalanya karena Sukarno tetap akan menikah dengan Fatmawati.
Itulah Inggit. Dia berbeda dengan istri Sukarno lainnya. Kesedihan dan kesengsaraan yang di arungi bersama selama hampir 20 tahun tidak di rasakan buahnya saat Sukarno mencapai gemilang. Dalam babak akhir rumah tangganya dengan Sukarno, dia mengatakan dalam bahasa yang dalam, “Sesungguhnya aku harus senang pula karena dengan menempuh jalan yang tidak bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga.
Cinta yang tumbuh didada Sukarno tak dapat di tahan. Setelah Inggit kembali ke Bandung dan resmi bercerai, Sukarno kemudian menikah dengan Fatmawati. Tepat pada Juli 1943, ikrar sudah di ucapkan. Pernikahan di lakukan dengan nikah wakil karena Fatma masih berada di Bengkulu. Karena keadaan belum memungkinkan bagi Sukarno untuk menjemputnya.
Sebulan setelah perkawinan, Fatma di boyong ke Jawa dan berkumpul bahagia dengan keluarga Sukarno di Jawa Timur. Tepatnya 22 Agustus 1943. Bertempat di Jalan Pengangsaan  Timur No. 56, dirayakannya sebuah pesta pernikahan di tengah keluarga dan teman. Setahun setelah perkawinannya dengan Fatmawati , suasana kegembiraan menyelimuti hati Sukarno. Fatma hamil, itu artinya keinginannya untuk mempunyai keturunan segera terkabul. Beberapa bulan kemudian lahirlah putra pertama. Bayi laki-laki itu di beri nama Guntur Sukarnoputra. Di tahun-tahun berikutnya Fatma  kembali melahirkan, masing-masing : Megawati, Sukmawati, Rahmawati, dan yang terkecil adalah Guruh Sukarnoputra.
Akan tetapi tidak lama, kebahagiaan yang di rasakan oleh Fatma  harus hilang dari gengaman. Kembali Sukarno jatuh cinta. Sukarno dengan nada memohon, agar Fatma mengizinkannya menikah lagi. Tidak ada alasan yang diberikan sebagaimana dulu terang-terangan di kemukakan kepada Inggit. Tapi sekarang berbeda Sukarno adalah seorang presiden nomor satu di Negara RI, bukan lagi seorang buangan.
Nampak jelas bahwa kecantikan perempuan adalah senjata yang membunuh Sukarno. Hati Sukarno sudah menjelajahi wanita-wanita cantik lain yang dinikahi selang satu sampai tiga tahun saja. Sebutlah Hartini, Dewi, Kartini, Haryati, Yurike, dan Heldy. Entah karena alasan apa, mungkin hanya karena ia adalah pencinta wanita. Sesederhana itu. Mereka ratu-ratu di hati Sukarno yang mendapat kedudukan yang istimewa dengan harta yang melimpah.
Berbeda dengan Inggit, dia hanya mendapatkan rasa pahit, sedangkan manisnya tidak didapatkan sama sekali. Sukarno pernah merasakan betapa berharganya Inggit dalam hidupnya. Dengan kata romantis , dia mengungkapkan bahwa Inggit Srikandi baginya. Seorang perempuan penuh sembada, penuh kesetiaan, dan pantang menyerah tatkala kemiskinan dan kekurangan menghadang. Inggit tetap menikmati hidup sebagai orang kecil. Karena kesederhanaannya itu, Inggit mampu hidup bersahaja dan penuh syukur. Dengan berjualan bedak, meramu jamu, dan menjahit mampu hidup layak sebagaimana perempuan pada umumnya.
Cinta Inggitpun tidak usang dimakan waktu. Inggit mencintai Koesno (Sukarno) dengan sepenuh jiwa dan segenap hati. Kendatipun telah berpisah, rasa cinta dan kasih sayang masih tertanam di lubuk hatinya. Foto Sukarno masih tertempel di kamar. Hal itu menjadi perlambang bahwa Inggit masih menyimpan kenangan bersamanya. Dia member tanpa meminta, dia memberi tanpa pamrih. Kecintaannya kepada Sukarno membuatnya berani menghadapi tantangan kehidupan yang tidak manis. Bahkan ia mampu memenuhi kebutuhan  Sukarno dan keluarganya dengan tangan sendiri waktu dulu. Dengan dalam Inggit mengucapkan “Sebagai istri, Inggit tidak mau seperti kucing, diberi makan lantas tidur. Kita mesti bekerja. Jadi tentang urusan rumah tangga jangan jadi pikiran Kusno. Inggit bisa cari uang bikin pakaian dan jual kain.
Lama tidak bersua, sang pujaan yang telah menjadi nomor satu di Indonesia datang bertandang seolah membawa sejuta kenangan yang sudah lama hilang. Pada pertemuannya yang pertama Sukarno berkata dengan lembut kepada inggit. Perkataan itu mengandung permintaan maaf yang dalam atas kesalahan yang membuat Inggit sakit hati. Inggit hanya menanggapinya dengan ringan dan berucap, “Tidak usah diminta Ngkus, sudah lama Nggit maafkan Ngkus. Ngkus pimpinlah Negara dan rakyat dengan baik, seperti cita-cita kita dulu.
Pada tahun 1960, Sukarno kembali menginjak kaki di Bandung untuk mengunjungi Inggit. Kala itu Inggit sedang sakit. Lama Sukarno memandangi Inggit yang kala itu sedang berusia 72 tahun. Sukarno dan Inggit berpelukan, tenggelam dalam keharuan. Pelan-pelan Sukarno menanyakan., “Sakit apa Nyai ?”, Inggit menjawab “ Biasa Ngkus, penyakit rakyat”. Mendengar jawaban itu Sukarno terdiam, jawaban itu mengandung makna yang luas, walaupun sebenarnya Sukarno tahu sakitnya Inggit karena kekurangan vitamin.
Tidak disangka pertemuan pada tahun 1960 menjadi pertemuan yang terakhir. Sepuluh tahun kemudian, pada 21 Juni 1970, Sukarno berpulang kepangkuan Illahi. Ketika melihat jenazah Sukarno terbaring didalam peti, terdengar suara lembut dan sayu mengucapkan “Ngkus, geuning Ngkus teh miheulaan, ku Nggit didoakeun…
Sehari setelah Sukarno dimakamkan di Blitar, berdatanglah orang-orang kerumah  Inggit untuk menyatakan bela sungkawa. Salah seorang wartawan misalnya menanyakan,  Apa yang Ibu terima dari harta pusaka peninggalan Bapak?”, Inggit menjawab “Negara kita ini, untuk kita semua, untuk seluruh rakyat , dan keturunan bangsa kita ?”. Sejenak wartawan itu terdiam, kemudian melanjutkan pertanyaannya, “Yang saya maksudkan harta pusaka untuk Ibu pribadi?” Inggit menjawab kembali, “Kenangan yang tak terlupakan, yang ibu simpan di dalam hati, yang akan menemani ibu masuk kedalam kubur.”
Akhirnya pada tanggal 13 April 1984, setelah terdengar azan magrib Inggit Garnasih meninggal dunia. Sekedar tanda kenangan , pada masa Presiden Sukarno,  Inggit menerima penganugerahan tanda Kehormatan “Setyalancana Perintis Pergerakan Kemerdekaan” pada tanggal 17 Agustus 1971. Kemudian setelah wafatnya, dimasa presiden Soeharto, berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia, No: 073/TK/Tahun 1997, tertanggal 11 Agustus 1997, pemerintah menganugerahkan tanda Kehormatan “Bintang Mahaputra Utama” yang penyerahan dilaksanakan pada 10 November 1997 di Istana Negara.
Nama Inggit Garnasih memang seolah hilang dari sejarah. Akan tetapi kalau kita mau jujur pada sejarah terlihat jelas bahwa Inggit sangat menaruh perhatian yang besar kepada kesayangannya, Sukarno, yang bisa dipanggil Kusno. Inggit menyediakan sarapan tiap pagi, menjahitkan baju dikala sobek, memijit dikala sakit, dan memberi kasih sayang sepenuh jiwa ketika kerinduan dan datangnya cinta dari seorang perempuan  dirindukan Sukarno.
Dalam urusan cinta umur bukan menjadi penghalang. Kesetiaan yang diberikan oleh perempuan usia tigapuluhan kepada pemuda yang umurnya masih kepala duapuluh meninggalkan sejarah menarik. Ibarat Muhammad dengan Khadijah, mereka adalah teladan jalinan cinta abadi yang tidak memandang umur. Dengan keluhuran budinya, Inggit mampu mengantarkan dan mewujudkan orang yang dicintai kegerbang harapan.

Selasa, 02 Oktober 2012

Motivasi hidup ^_^

Tidak selamanya yang kita rencanakan terealisasi dengan baik, terkadang ada hal-hal mendasar yang tidak bisa terelakan ketika rancangan tersebut kemudian gagal dan tidak bisa terealisasi dengan baik. Berikut ini ada beberapa hal yang mungkin membuat rancangan kita tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita:

1. Kita tidak menyadari potensi kita sebenarnya....

Memaksakan kehendak ingin menjadi sesuatu yang diinginkan memang baik, karena didalamnya terdapat upaya yang jelas untuk mewujudkannya. Namun ada banyak orang yang selalu gagal dalam bidang yang diinginkannya.
Jangan pernah berpikir kita bisa meraih kesuksesan yang sama seperti orang lain.
Ini adalah hal penting yang harus dipikirkan oleh semua orang, pada dasarnya kita tidak bisa meraih kesuksesan seperti orang lain karena zaman kita dengan orang lain pasti berbeda. Saya masih ingat bagaimana Indro "Warkop" berkata ketika diwawancara bahwa sebenarnya tidak ada lagi yang bisa menggantikan posisi Warkop, kalau bicara Warkop ya, Dono, Kasino dan Indro. Sama halnya dengan kesuksesan, kita tidak bisa menempel kesuksesan orang lain karena pada dasarnya kita punya jalan kesuksesan seperti orang lain, kalaupun ada kesamaan dalam jalan hidup, itu semata hanya karena kita terinspirasi dan berusaha mencari tahu kesamaan orang tersebut dengan diri kita.
Jadi buat apa terlalu sibuk memikirkan seperti orang lain, bila kita sendiri sebenarnya tidak memiliki potensi yang sama dengan orang lain.

2. Terlalu cepat menyerah....

Gagal dalam banyak hal, selama ia tidak pernah berhenti untuk mencapainya, maka gagal itu sebenarnya tidak terjadi. Yang ada hanyalah proses pembelajaran. Ketika saya memilih menulis sebagai jalan hidup, saya kerap kali harus menerima banyak sekali ketidakberuntungan, bahkan saya pernah ditolak 4 kali berturut-turut dalam kurun waktu satu bulan untuk 4 naskah berbeda. Kalau saya berhenti mungkin saya sudah tidak menulis lagi. Dan terbukti pada tahun 2010 saya menulis kembali dan menelurkan enam buku.
Jadi sebenarnya kita bisa bertanya pada diri sendiri, apakah kita menyerah terlalu cepat atau memang kita sedang berproses menuju kesuksesan seperti yang kita inginkan....

3. Ada sesuatu yang lebih baik lagi menanti....

Ketika salah satu karya saya mengalami penundaan yang cukup lama, saya kecewa karena sesuatu yang sudah saya kerjakan dengan maksimal ternyata tidak dihargai oleh pihak penerbit. Saya kemudian merasa diri saya sudah tidak berarti lagi, hingga kemudian terjebak pada pikiran yang mengungkung saya. Padahal setelah bersabar menunggu beberapa waktu, ternyata karya saya mendapat sambutan yang cukup baik di kalangan pembaca.
Dari sini akhirnya saya belajar, bahwa kegagalan itu pada dasarnya mengajarkan seseorang untuk bersabar lebih, karena ada sebuah kehendak dari-Nya yang akan menjadikan kita jauh lebih baik dari pemikiran kita sebelumnya.

4. Angkuh, hingga tidak sadar kita menjatuhkan diri sendiri....

Angkuh, hal inilah yang membuat seseorang kemudian terjatuh dan terpuruk pada kegagalan. Bisa jadi gagal adalah medium untuk menegur kita dari-Nya.
Terkadang tanpa sadar kita selalu merasa bisa mengerjakan semuanya dengan baik, hingga akhirnya kita menganggap diri kita lebih dari orang lain. Padahal hal tersebut adalah jalan untuk tidak mendengarkan pendapat orang lain hingga akhirnya kita terjebak dalam sebuah situasi angkuh dan merasa orang lain tidak lebih baik dari diri kita.
Kalau sudah begini jangan heran bila satu persatu orang kemudian meninggalkan kita dan tidak mempercayai diri kita lagi. Hingga kegagalan pun harus diterima dengan rasa pahit.
Bila begini situasinya mungkin sudah saatnya kita bernafas sejenak memikirkan hal-hal yang sudah kita lakukan selama ini dan bagaimana kita membangun hubungan dengan orang-orang di sekitar kita....

5. Terlalu sibuk memikirkan kecurangan orang lain dalam menggapai kesuksesan

Tidak semua orang didunia ini berpikir jernih dan jujur dalam menggapai kesuksesan yang diinginkan, terkadang kita akan menemui orang-orang yang dengan segala upaya membuat dirinya sukses dengan cara culas. Menjatuhkan orang disekitarnya hingga mungkin menjual dirinya.
Kalau kita terpaku pada cara seperti mereka, maka kita akan hanya terus terpaku pada kesuksesan dengan role model seperti mereka. Ingat point pertama, kita tidak bisa menyamakan jalan kesuksesan kita sama seperti orang lain, karena pada dasarnya kita punya jalan kesuksesan sendiri-sendiri. Jadi sekali lagi buat apa kita mendedikasikan waktu untuk memikirkan kecurangan orang lain, alangkah bijaksananya bila kita sibuk memikirkan karya dan kesuksesan diri kita sendiri. Tidak perlu kita berpikir orang lain banyak yang culas dalam berbisnis, satu hal yang pasti kita bisa menjadi sukses tanpa harus berbuat seperti mereka, bahkan mungkin kita bisa lebih hebat dari mereka.

Inilah sedikit renungan yang bisa saya share, senang sekali rasanya bisa menulis kembali di blog ini....

Salam Inspirasi

Cintai Dia karena Allah SWT


Cinta itu adalah..
ketika timbul perasaan aneh disekujur tubuhmu baik ketika kau melihatnya, mendengarnya, ataupun ketika kau merasakan kehadirannya di dekatnya. Adakalanya kau selalu ingin dekat dengannya, namun yakinlah, bahwa jarak yang jauh terkadang justru mampu mendekatkan hati kalian. Dan juga sebaliknya, kedekatan tanpa ikatan pernikahan seringkali merenggangkan hati kalian.


Cinta itu tumbuh secara tak terduga. Terkadang kau berpikir bahwa kau LEBIH BAIK mencintai orang tersebut. Namun ketika HATImu menolaknya kau tak akan mampu berbuat apa-apa. Biarlah perlahan-lahan hatimu, bersama dengan masa yang akan menghapusnya dari pikiranmu.

Namun ketika HATImu membenarkan kau justru akan dibuat kebingungan karenanya. Kau justru akan berpikir ulang sebelum kau benar-benar yakin bahwa dialah cintamu yg sebenarnya.

Cinta karena Allah adalah ketika kau mengerti, tak hanya kelebihan dari orang itu yang kau lihat, namun juga “MEMAHAMI” dan “MENERIMA ” kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Sungguh pun kau baru boleh mengatakan bahwa “aku mencintainya” setelah kau benar-benar mengenalnya dengan sebenar-benarnya, yaitu baik dan buruknya.

Cinta karena Allah itu tidak akan pernah sebatas pada penampilan dan kecantikan. Adakalanya kau akan lebih mencintai sebongkah arang hitam daripada sebutir intan yang berkilauan. Karena sesungguhnya kau sadar bahwa kau membutuhkan sebuah kehangatan yang mampu mengusir rasa dingin dari jiwamu. Lebih daripada sekedar keindahan yang ternyata membuatmu beku kedinginan.

Cinta karena Allah itu TIDAK akan tumbuh dari kecantikan seseorang. Namun KECANTIKAN seseorang justru akan tampak ketika kau mencintainya. Adalah bagaimana kau bisa mencintainya karena akhlak dan agamanya, bukan pada rupa, harta, ataupun nasabnya. Karena dengan inilah kau bisa menepis kefakiran, kehinaan, ketidak bahagiaaan, dan kemudian menggantinya dengan kemuliaan yang diridhai oleh Allah SWT.

Cinta karena Allah akan membuatmu merasa tidak perlu memiliki meskipun dalam hatimu kau sangat ingin. Adalah bagaimana kau bisa ikhlas ketika dia ternyata lebih mencintai orang lain dan bahkan kau pun bisa berdo’a agar mereka bisa berbahagia.

Cinta karena Allah tidak akan menggiringmu pada jurang kemaksiatan. Ketika kau melihat dia dan mencintainya, hal itu akan membuatmu semakin berbenah diri, kau menjadi mampu melihat kekurangan-kekurangan dirimu untuk kemudian memperbaikinya.

Cinta Karena Allah tidak akan membuatmu berpikir sempit, justru kau akan berpikir lebih jauh ke depan, lebih matang, lebih dewasa, dan ke arah yang lebih serius…!! Kau tidak akan berpikir dan membayangkan apabila kalian sudah pacaran, namun kau sudah berpikir ke arah pernikahan. Karena kau sadar bahwa ia jauh lebih kokoh, suci, berarti dan bermakna di hadapan Allah daripada sekedar pacaran.

Cinta karena Allah terkadang tak tumbuh dengan sendirinya. Kita seperti layaknya diberi biji untuk ditanam. Lalu ia tergantung pada bagaimana kita merawatnya. Jika kita baik, maka baik pulalah perasaan itu, dan juga sebaliknya. Terkadang pula bisa jadi ia tumbuh dengan sendirinya. Ada saat dimana kau terkadang ingin membunuh saja perasaan tersebut namun entah mengapa kau tak berdaya. Karena sebenarnya bukanlah kita yang menumbuhkan perasaan cinta tersebut, namun Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang lah yang berkehendak atas segala perasaan itu.

Cinta karena Allah Bukanlah tentang bagaimana kalian saling memandang, namun bagaimana tentang kalian melihat ke arah yang sama, dan berjalan ke arah yang sama. Kalian sadar bahwa kalian tidak akan mampu menghadapi perjalanan tersebut sendirian melainkan membutuhkan seseorang untuk berjalan disisimu, yang saling membantu, saling meringankan, dan saling mengarahkan dalam perjalanan menggapai Ridha-Nya .

Cinta karena Allah tidaklah selalu membutuhkan beragam kesamaan diantara kalian. Namun yang terpenting adalah kesamaan prinsip dan tujuan, yaitu menggapai ridha Allah SWT. dalam dirimu kau pun ingin agar kau merasa layak untuk mencintai dan dicintai olehnya.

Segala puji hanya bagiMu Ya Rabb Sang penguasa tidak ada yang luput dari pengetahuanMu, tidak akan habis air lautan atau bahkan lebih dari itu untuk menuliskan kalam Mu, selalu berusaha untuk dapat memahami bahwa tidak ada yang sia-sia atas yang Engkau tentukan dan berprasangka yang terbaik untuk semuanya. Engkau Yang Maha Kuasa atas segalanya dan berkehendak tidak ada yang tidak mungkin.